Hari ini aku dan suami menuju ke rumah sakit untuk memenuhi jadwal periksa kandungan rutin. Sesampainya di rumah sakit, antrianku masih menunggu 3 orang lagi. Aku dan suami pun menunggu di salah satu sofa sambil melakukan aktivitas masing-masing.
Suami sesekali melakukan telpon dengan rekan kerjanya, karena dia cuti. Aku membaca novel via tab. Tiba tiba terdengar namaku dipanggil. Aku kaget karena giliranku masih jauh. Ruangan dokter kandungan pun masih terisi pasien. Oh, ternyata yang memanggil adalah bidan jaga di yang biasa disebut PMO.
Aku dan suami bergegas menuju bidan tersebut. Ia menanyakan tentang rencana persalinanku. Aku jawab aku akan melahirkan di bidan. Lalu ia bertanya mengapa tidak di rumah sakit, mengingat kehamilanku adalah kehamilan resiko tinggi dan aku pun tidak memiliki kendala dengan biaya karena ada asuransi. Bidan juga memaparkan sejumlah resiko jika aku memilih melahirkan di bidan.
Setelah panjang lebar menyimak saran bidan, aku hanya tersenyum, lalu berpandangan dengan suamiku lalu menjawab bidan dengan kata-kata singkat, "baik, akan saya diskusikan dulu dengan suami ya Bu, nanti kami kabari lagi". Bidan pun menerima dan kami mengakhiri sesi pembicaraan itu.
Aku dan suami kembali ke tempat duduk kami. Baiklah, ini adalah momen yang tepat untuk berlatih komunikasi produktif yang baru saja aku dapatkan tadi.
"Aku tidak nyaman dengan ucapan bidan tadi. " Ucapku singkat.
"Kalau ada pasangan lain yang belum belajar, lalu ditakut takuti dengan segala resiko, Mereka pasti langsung down." Lanjutku.
Tadinya aku mau menjaga kalimatku agar singkat singkat saja, tapi ternyata aku tak sabar menumpahkan unek-unekku pada suami, jadi aku mengandalkan kontak mata dalam komunikasi ini.
Suami menjawab, "Ya, kenapa mereka lebih memaparkan segala resiko?"
"Iya, dan itu membuat aku merasa terpojok dan tertekan. Jleb sekali di hati." Ucapku
Suami melanjutkan, seharusnya mereka lebih menwarkan benefit jika melahirkan di RS, bukan menakuti seperti itu."
"Itulah mengapa aku tadi bilang akan diskusi dulu sama Abi. Nanti kalau ditanya lagi kenapa kita tidak reservasi di RS, aku akan jawab kami berencana akan melahirkan di tempat orangtua ya. Bagaimana?" Aku masih menjaga kontak mata, melihat bagaimana reaksi suami.
"Iya, sebaiknya jawab begitu saja."
Kami pun bersepakat dengan jawaban kami,jika nanti bidan menanyakan kembali hasil keputusan kami. Dari momen ini, aku belajar untuk mengutarakan perasaanku pada suami. Bahwa aku tidak nyaman diperlakukan begitu. Aku mengajukan solusi dan meminta persetujuan suami dengan menjaga kontak mata agar aku bisa melihat bagaimana respon dan gesture suami.
Alhamdulillah, latihan komunikasi produktif antara aku dan suami berhasil kami lakukan. Berlatih menjaga kontak mata saat berkomunikasi membuat aku juga harus menyiapkan mental karena tak jarang suami berkomunikasi sambil memandang ke gagdetnya. Ya, itu bisa aku pahami karena dari buku yang kubaca, tatapan pria itu saat berbicara tidak akan lama.
Besok aku akan berlatih poin komunikasi selanjutnya. Dengan belajar komunikasi produktif ini, Alhamdulillah aku perlahan bisa mengubah pola pola komunikasi ku yang sebelumnya keliru. Selamat berlatih untuk hari esok. Semoga dimudahkan.