Bismillahirrahmaanirrahim..
Sudah lama tidak mengisi lembar blog ini. Selama ini terlalu nyaman dengan jurnal di buku tulis dan di instagram, jadilah blog ini kembali terbengkalai tanpa isi sejak Februari tahun lalu. Kini, seiring dengan perkuliahanku di Bunda Sayang bacth 8 (melanjutkan kelas matrikulasi yang lalu) maka aku putuskan untuk merutinkan lagi menulis disini.
Kini perkuliahan memasuki babak baru. Di Matrikulasi kami menyelam dengan kapal selam menuju Pulau Cahaya. Kini sampailah di jenjang Bunda Sayang. Para mahasiswi bisa berjalan-jalan di sepanjang Pantai Bentang Petualang. Para penjelajahnya disebut Sobatualang. Ohya ada yang berbeda dengan sebelumnya. Kini para mahasiswi digabungkan dengan grup regionalnya masing-masing. Tidak lintas regional seperti saat Matrikulasi dulu. Aku pribadi merasa senang-senang saja, karena dengan sistem yang seperti saat ini kita jadi bisa lebih kenal dekat dengan teman seperjuangan yang saling berdekatan domisilinya.
Di Bunda Sayang ada 8 zona. Kini para Sobatualang ada di zona 1. Sebelum mengerjakan tantangan, kami mendapat materi dari Mba Nugraheni mengenai Self Awareness, Mengenali Diri Mempengaruhi Caraku Dalam Pengasuhan. Insight materi secara lengkap bisa dilihat di sini ya. Dari materi kemarin aku jadi semakin menyadari bahwa sangat penting bagi diri kita untuk sering-sering menengok kondisi diri seperti apa. Sering menanyakan kabar hati, kabar jiwa, kabar fisik. Harus selalu memiliki waktu untuk diri sendiri, setidaknya untuk memenuhi tiga kebutuhan dasar yaitu makan sehat, istirahat cukup, dan gerak ritmis. Jika kita sudah paham dengan kondisi diri, maka akan mudah bagi kita untuk menjalani hari-hari panjang pengasuhan dan aktivitas lainnya.
Dan Zona 1 Pun dimulai hari ini hingga 14 hari kedepan. Kami diminta untuk mengisi Temperatur kebutuhan emosi seorang ibu dengan menceklis pernyataan yang sesuai dengan yang kita rasakan. Untuk mengisinya, diri ini sejenak memutar kembali perjalanan masa lalu, dari yang bisa diingat sampai saat ini. Apakah sebenarnya yang aku rasakan? Pernyataan mana yang sesuai dengan kondisiku saat ini? Oh, ini pengalaman yang menyenangkan karena sudah lama rasanya tidak melihat ke dalam diri sendiri 'sedalam' ini. Apakah kamu merasa dicintai, dipahami, dihargai, bernilai, kompeten, aman ataukah kamu merasa diabaikan? Tanyaku pada diri sendiri. Aku salin format jurnal digital yang diberikan oleh Bu Dekan dalam jurnal pribadi. Agar aku lebih merasakan proses pengerjaan jurnal ini sebagai me time spesialku dengan diri sendiri. Aku butuh waktu lebih lama dari hanya sekedar menceklis ringan pada setiap tabelnya.
Tabel pertama selesai diceklis. Lanjut ke tabel kedua dan ketiga. Kami diminta menceritakan kapan kami merasa dicintai, dipahami, dihargai, bernilai, kompeten, aman dan merasa diabaikan, begitupun sebaliknya. Momen saat merasa tidak dicintai dan lainnya pun harus diceritakan. Ya, pertanyaannya lebih mendalam kali ini. Mau tak mau harus mengajak diri untuk berdialog lebih intens dan mengingat-ingat kembali momen-momen yang membuat semua rasa itu muncul memenuhi diri. Jurnal syukur dan jurnal harian cukup membantuku mengisi tantangan ini. Namun untuk mengisi keseluruhan rasanya tak mungkin karena akan terlalu banyak. Jadi kuputuskan untuk mengisinya dengan hal yang paling aku rasakan saja dalam waktu dekat ini.
Setelah diamati, aku hampir menceklis semua temperatur kebutuhan emosi ibu. Apakah aku memang sudah benar-benar terpenuhi semuanya? Jawabannya adalah ya, jika yang ditanya adalah kondisi saat ini. Kenapa aku merasa demikian? Karena saat ini aku dalam kondisi spesial yakni sedang dititipi amanah kehamilan, sehingga aku merasa semua perhatian keluarga, suami, anak, dan lingkungan terpusat padaku. Ada saja hal kecil yang kualami sehari-hari yang aku anggap itu adalah bentuk perhatian lingkungan yang aku dapatkan.
Misalkan saat menginjak usia kehamilan 7 bulan ini, aku mulai merutinkan untuk jalan pagi bersama anakku yang kedua. Di sepanjang perjalanan dari rumah menuju ke luar komplek banyak sekali yang menanyakan berapa usia kehamilanku, berapa jarak dengan adiknya, sudah berapa anaknya, sudah usg atau belum, apa jenis kelaminnya, lantas mereka mendoakan anak ketigaku ini perempuan. Aku jawab yang bisa kujawab, kuberi senyuman untuk pertanyaan yang sifatnya masih misteri, dan aku aminkan selama doa yang dipanjatkan itu doa yang baik. Dari hal itu aku merasakan bahwa aku merasa dicintai, merasa dihargai dan merasa diperhatikan.
Tatkala anak-anak mengucapkan terimakasih atas bekal yang kubuat untuk makan siang, aku merasa bernilai di hadapan anak anak. Namun sebaliknya, aku pernah merasa tidak bernilai ketika suamiku menyetrika baju kerjanya sendiri karena aku sibuk dengan pekerjaan lain di hari itu. Sekilas sempat merasa tak bernilai, karena seharusnya melayani suami adalah kebanggaanku sebagai istri. Tapi segera kutepis rasa itu, karena aku sadar suamiku sebenarnya sedang berusaha memahami kesibukanku saat itu.
Hal yang membuat aku merasa kompeten adalah ketika aku berada di tengah murid-muridku, mengajarkan apa yang pernah kupelajari dari guruku yang terdahulu. Sementara, saat aku membacakan kisah untuk anak anakku dan mereka antusias dengan bacaannya aku sudah cukup merasa dihargai.
Sungguh untuk menentukan apakah temperatur kebutuhan emosiku sudah tercukupi atau belum, aku harus menurunkan ideal selfku. Ini pun baru aku sadari setelah mendapat materi kemarin dari Mba Nugraheni. Kata beliau supaya ideal self dan real self bisa kongruen kita harus melihat diri lebih menyeluruh (salah satunya dengan melihat dari sudut pandang helikopter/balon udara). Menulis jurnal syukur juga adalah salah satu cara untuk mencintai diri sendiri, sehingga hal hal kecil yang kita alami bisa terasa lebih bermakna saat disyukuri dan didokumentasikan.
Alhamdulillah perjalanan tantangan hari pertama ini sangat bermakna untuk dijalani. Tak sabar rasanya menanti tantangan yang harus diisi untuk esok hari.
#tantanganzona1
#bundasayang8
#institutibuprofesional
#ibuprofesionaluntukindonesia
#bersinergijadiinspirasi
#ip4id2023