Di tengah padatnya aktivitas hari ini, aku mendengar kabar yang membuat hati terhentak. Salah seorang putri tetanggaku meninggal dunia. Usianya baru 24 tahun. Ia wafat karena ada masalah di kesehatan livernya. Kepergiannya sangat mendadak. Baru tiga pekan ini ia merasakan sakit. Namun, kesehatannya terus menurun, sempat masuk ICU, dan akhirnya Allah berkehendak memanggilnya.
Ia adalah anak yang amat kalem. Meskipun begitu, ia selalu bersemangat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan. Setiap ramadhan ia aktif di kegiatan sanlat. Saat Agustus, ia bersedia menjadi panitia dan merancang kegiatan lomba. Ia pun salah satu peserta tahsin remaja yang cukup aktif. Ia juga mengikuti halaqoh pekanan bersama teman-teman seusianya. Di sekolah, kampus, dan tempat kerja ia juga nampaknya sangat aktif. Terlihat dari banyaknya 'testimoni' baik yang disampaikan oleh teman-temannya yang hadir takziah.
Aku dan suamiku serta anak kedua (Kakak) mengikuti proses pemakaman jenazah. Kami tidak bisa ikut menyolatkan karena baru saja sampai dari perjalanan panjang ke Sumedang. Saat bertemu dengan ibunda almarhumah, aku berusaha sekali menahan air mata agar tidak menambah kesedihan ibundanya. Sang ibunda banyak bercerita bagaimana kronologisnya dari sejak awal almarhumah sakit sampai akhirnya wafat.
Sampai akhirnya ada momen saat teman-teman almarhumah satu persatu berpamitan pada ibundanya. Hampir semua dari mereka pamit sambil menitikkan air mata, seraya mengenalkan diri mereka. Mulai dari teman kantor, bahkan teman di TK semuanya pamit diiringi kesedihan yang tak bisa dibendung. Melihat mereka, aku pun jadi ikut menitikkan air mata. Sungguh aku iri pada almarhumah. Begitu banyak yang sayang pada almarhumah. Setelah prosesi pemakaman selesai, mereka belum beranjak meninggalkan lokasi. Seolah-olah mereka masih belum rela berpisah dengan sahabat terbaik mereka.
Satu persatu kelompok pentakziah bergantian mendekati makam. Mereka mengabadikan momen terakhir di nisan almarhumah. Ada yang membawa bunga dan air wangi sendiri dan aku melihat mereka menabur serta menuang dengan penuh kesedihan.
Setelah takziah aku berbincang dengan suamiku. Suamiku bertanya, apa penyebab hati almarhumah mengalami kerusakan secara signifikan. Aku jawab, mungkin karena almarhumah yang cenderung introvert, jadi ia banyak memendam apa yang ia rasakan. Lalu aku berseloroh pada suami, aku ngga akan memendam perasaan padanya tentang apapun yang aku rasakan, supaya emosiku selalu sehat dan tidak mempengaruhi kondisi fisikku. Suamiku menanggapi dengan senyuman, tandanya ia tak keberatan dengan hal itu. Aku menambahkan pada suami agar ia juga bisa lebih mengkomunikasikan apa yang ia rasakan padaku.
Aku rasa, aku memilih waktu yang tepat (choose the right time) untuk berdialog tentang hal itu. Mengingat selama ini kami yang sama sama introvert memang seringkali memendam hal yang kami rasakan. Sejauh ini memang belum ada masalah berarti. Namun, dengan memendam aku khawatir akan terjadi bom waktu jika suatu saat ada pemicu.
Dari kejadian hari ini, aku belajar banyak untuk selalu menjaga hati dengan baik. Baik itu hati secara fisik, maupun hati dalam artian perasaan. Kondisi hati sangat mempengaruhi kondisi tubuh secara keseluruhan. Aku teringat dengan ucapan Rasullullah tentang hal ini.
"Diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘… Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah. Apabila dia baik, maka menjadi baik pula semua anggota tubuhnya. Dan apabila rusak, maka menjadi rusak pula semua anggota tubuhnya. Ketahuilah dia itu adalah hati.'” (Muttafaq ‘alaihi)
Semoga allah selalu menguatkanku untuk selalu menjaga hati agar selalu dalam kondisi terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar