Sabtu, 23 Maret 2024

Perjalanan Belajar

Salah satu kegiatan yang paling aku nikmati dalam hidup adalah belajar. Terutama di kelas talaqqi bersama para guru yang bacaannya luar biasa terjaga. Salam satu kelas yang aku ikuti adalah Tahsin Dauma yang diadakan oleh yayasan Bil Qurani Nahya. 


Tahsin Dauma aku ikuti secara online. Meskipun begitu faidah yang aku dapatkan amatlah besar. Setiap belajar, pasti aku mendapatkan banyak masukan untuk memperbaiki bacaanku. Pe-er huruf, sifat, ilmu tajwid yang harus aku tuntaskan selalu kucatat dalam jurnal talaqqiku. Dengan mencatat, aku jadi tahu, huruf apa yang harus lebih banyak diulang dan dilatih. Aku juga jadi tahu bagaimana perkembangan bacaanku dari satu sesi kelas ke kelas yang lainnya. 


Perjalananku di Tahsin Dauma terbilang cukup lama. Di semester pertama aku berjumpa dengan Ustadzah Mariah Hafizhahullah. Beliau sosok yang ceria. Saat mengkoreksi bacaan, beliau selalu memotivasi dan membuat kami lebih semangat. Di kelas kami ada 5 peserta dan salah satunya ada seorang ibu yang usianya sudah lebih dari 50 tahun. Beliau paling semangat belajar dibandingkan kami yang muda muda ini. Beliau seringkali mengeluh kesulitan mengucapkan huruf, terutama huruf dhod. Penyebabnya adalah karena gigi gerahamnya sudah tidak ada. Sementara untuk mengucapkannya kita harus menempelkan tepi lidah ke gigi graham. Menyimak sang ibu bertalaqqi dengan Ustadzah Mariah sungguh membuat kami merasa tertampar. Malu dengan semangatnya, kesungguhannya, serta adabnya kepada guru yang sangat menawan. Maka, ketika kami mendengar berita bahwa beliau meninggal, beberapa bulan setelah mainterpisah kelas, hatiku sangat kaget dan menangis tersedu-sedu. Sedih rasanya kehilangan sahabat belajar yang sekaligus menjadi teladan. Bu Susi, semoga Allah izinkan engkau terus naik dari satu tingkatan ke tingkatan lain berbekal hafalan dan bacaan Al Qur'anmu. Aamiin.


Di semester selanjutnya, aku bertemu dengan Ustadzah Shovi Hafizhahullah. Masya Allah, saat pertama menyimak bacaan beliau, sungguh sangat menentramkan. Suaranya lembut, namun semua makhroj, sifat dan tajwidnya sangat jelas. Karakter beliau tegas, dan tak mudah menyerah untuk mengkoreksi bacaan kami. Jika ada yang salah, beliau tak ragu menghabiskan waktu lama melatih kami hingga ada perbaikan yang kami lakukan. Beliau tak segan menegur jika dirasa kami kurang semangat atau kurang berlatih sebelum belajar. Saat itu kesulitannku adalah nafas yang pendek karena sedang hamil besar. Berkali-kali hal itu menjadikan bacaanku penuh dengan koreksian. Namun, beliau terus sabar membimbingku. Suatu ketika teman-teman sekelas semua izin tidak masuk kelas, hingga hanya aku saja yang ada di ruangan zoom. Alhamdulillah, beliau bersedia menyimak bacaanku di sepanjang waktu pembelajaran. Kurang lebih 30 menit full aku disimak dan dikoreksi, serta diberi masehat. Sungguh saat-saat itu amat berkesan untukku. Rasanya aku tak ingin berpisah dari guru seperti beliau. Namun, peraturan lembaga membuat aku tak bisa kembali ikut kelas beliau di semester selanjutnya. Namun demikian, aku tetap berdoa agar kelas mendapat rezeki kembali mengikuti kelas beliau. 


Tibalah di semester ketiga. Aku dibersamai dengan guru yang tak kalah luar biasa. Ustadzah Ilna Hafizhahullah, sosok yang tegas, namun saat talaqqi sangat lembut dan sabar memberikan contoh. 6 bulan dibimbing oleh beliau, banyak sekali koreksi yang kudapatkan. Saking telitiny beliau, di akhir bulan ke 5 kami diizinkan talaqqi sambil membuka kamera. Ternyata dengan begini kesalahan membaca kami semakin jelas terlihat. Kami pun jadi makin jelas melihat contoh bacaan yang baik dari Ustadzah. Alhamdulillah banyak sekali faedah yang didapatkan dari pembelajaran kami setiap pekannya. 


Di akhir pembelajaran, ada ujian yang dilaksanakan sebanyak dua kali. Satu sesi oleh pengajar di kelas, dan satu sesi oleh penguji dari kelas lain. Alhamdulillah aku mendapatkan penguji yang pernah menjadi guru di semester sebelumnya. Saat ujian rasanya campur aduk. Antara bahagia bisa bertemu beliau lagi, tapi juga khawatir bacaanku tak ada peningkatan sejak tidak talaqqi bersama beliau. Aku mengusahakan membaca sebaik yang aku mampu. Semoga hasilnya baik. 


Dan tibalah waktu yang tak ingin aku alami sebenarnya, yakni penutupan kelas tahsin Dauma sekaligus wisuda. Semua wisudawati dipanggil namanya satu per satu. Di akhir sesi ada penghargaan untuk wisudawati yang berprestasi. Dalam hati, aku takjub pada para nama yang dipanggil karena prestasinya. Masya Allah, amat keras perjuangan mereka untuk Istiqomah dan terus berlatih. Dan di akhir sesi, ternyata ada namaku juga dipanggil. Masya Allah, hatiku tak percaya sama sekali. Aku ada diantara orang orang hebat itu ternyata. Hadza min Fadhli robbii.. semoga hal ini menjadi awal dari perjuanganku selanjutnya bersama Al Qur'an. Aamiin





Tidak ada komentar:

Posting Komentar